Medsos dan ASN

0
1099
KMS Rembang Media Sosial
Gambar oleh Thomas Ulrich dari Pixabay

Menurut Kemen PAN-RB, jumlah ASN di Indonesia pada Desember 2020, sekitar 4,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar ASN menggunakan medsos untuk kepentingan pribadi maupun untuk keperluan pekerjaan.Jika diasumsikan sekitar 10 persen saja ASN yang menggunakan medsos secara aktif, maka akan ada sekitar 420 ribu ASN. Jumlah yang cukup besar dan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah agar para ASN mematuhi peraturan dan kode etik yang berlaku dalam menggunakan medsos.

Pada faktanya, masih didapati pemberitaan pelanggaran penggunaan medsos oleh ASN, misalnya saja penyebaran hoaks, ujaran kebencian, pelanggaran netralitas pada Pilkada, atau kebocoran draft peraturan yang dapat menimbulkan polemik di masyarakat.Secara umum, dalam berkomunikasi diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengendali atau kontrol sosial . Tujuannya untuk menciptakan masyarakat yang tertib. Satu bentuk untuk mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya etika.Pada sisi lain, ASN terikat dengan kode etik dalam melaksanakan tugasnya. Kode etik ASN adalah pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku dalam pelaksanaan tugas serta pergaulan hidup sehari-hari.ASN memiliki tugas, di antaranya melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara, memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Agar menjadi pelayan publik yang profesional, ASN harus menjalankan kode etik, bukan hanya pada pelayanan, tapi juga dalam berperilaku, termasuk dalam bermedia sosial.

Pemerintah mengeluarkan aturan sebagai pedoman etika penggunaan medsos bagi ASN melalui Surat Edaran Kemen PAN RB Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebarluasan Informasi melalui Medsos bagi ASN.

Dengan menjunjung tinggi nilai dasar, kode etik, perilaku, serta pembinaan profesi, ASN dalam menyebarluaskan informasi di medsos diminta agar tetap memegang teguh ideologi Pancasila dan UUD 1945 serta mendukung pemerintahan yang sah. ASN harus menjunjung nilai dasar ASN serta menjaga reputasi dan integritas.

Peristiwa lain yang sering terjadi adalah kebocoran informasi melalui medsos. ASN harusnya dapat berhati-hati menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara.

Dalam memberikan informasi terkait kedinasan harus benar, sehingga tidak menyesatkan pihak lain yang memerlukan informasi. ASN dilarang menyalahgunakan informasi internal untuk kepentingan dirinya dan orang lain.

Pergunakan medsos dengan bijak, tidak menyebarkan informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, berita palsu (hoaks), fitnah, provokasi, radikalisme, terorisme, dan pornografi.

Selain itu, jangan pergunakan medsos untuk menyebarluaskan informasi yang bisa menimbulkan kebencian dan perpecahan dalam masyarakat, asusila, perjudian, pencemaran nama baik, atau pengancaman.

Potongan video dua cewek berseragam PNS main TikTok saat jam kerja dan sedang viral di Prabumulih.

Pedoman bermedsos bagi ASN sebenernya sudah jelas. Tetapi, masih banyak ASN yang melanggar. Bagi ASN yang melanggar kode etik, BKN dalam rilis Nomor 006/RILIS/BKN/V/ 2018, menyatakan, ada sanksi berupa hukuman ringan sampai dengan berat.Sanksi akan diterapkan bagi ASN yang terbukti melanggar, termasuk dalam ujaran kebencian yang disampaikan di medsos.

Sanksi bagi ASN bukan hanya secara administratif. Dalam UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, ada dampak hukum pidana bagi jenis pelanggaran tertentu.

Sanksi tersebut harus menjadi perhatian serius bagi ASN. Sebab, selain pengawasan yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada instansi, masyarakat pun dapat melaporkan pelanggaran oleh ASN melalui situs www.lapor.go.id.

Bahkan kini, Kepolisian Republik Indonesia pun mengaktifkan polisi virtual di dunia maya.

Peran instansi memang diperlukan untuk memberikan edukasi dan etika menggunakan medsos bagi ASN.

Tindakan preventif dan persuasif bisa lebih dikedepankan, sebelum ASN terkena sanksi administratif bahkan pidana.

Jadi, lebih bijaklah dalam menyampaikan informasi, terutama dalam bermedia sosial. Karena, kelalaian dalam bermedsos bisa mencoreng nama lembaga/institusi negara di mata publik dan juga merugikan ASN secara pribadi. (*)

*) Penulis merupakan Pranata Humas Muda BPK RI, Jakarta, alumnus Magister Ilmu Komunikasi UNS Solo

Sumber :

Pandemi, Medsos, dan Pelanggaran Etika ASN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here